Kamis, 17 April 2008
Perkembangan Bisnis di Indonesia 10 Tahun Terakhir
Akibatnya terjadi banyak pengangguran di mana-mana. Belum lagi PHK dari banyak perusahaan semakin mengindikasikan kejatuhan ekonomi Indonesia. Sektor makro dan mikro sulit bertahan karena mahalnya bahan baku dan tidak lakunya barang jasa yang diproduksi. Percuma memproduksi barang karena daya beli masyarakat ketika krisis terjadi masih sangat rendah.
Pemilu 1999 memberikan harapan baru bagi dunia bisnis di Indonesia. Iklim usaha di Indonesia berangsur-angsur pulih. Hal ini juga tidak terlepas karena stabilitas negara yang membaik sehingga gairah investasi muncul kembali. Tatanan perekonomian kembali stabil meskipun kurs rupiah sudah sangat turun dibandingkan sebelum terjadinya krisis. Daya beli masyarakat meningkat lagi dan bisnis-bisnis baru banyak bermunculan.
Di awal millennium ke-21 ini, bisnis di Indonesia tumbuh dengan pesat. Banyak pelaku-pelaku bisnis baru bermain di berbagai segmen pasar konsumen. Bisnis-bisnis yang sebelum reformasi tidak berkembang, kini menjadi ladang emas untuk berusaha. Paling banyak sektor yang berkembang secara dominan adalah sektor telekomunikasi dan waralaba (franchise).
Sektor telekomunikasi bisa berkembang pesat karena kemajuan teknologi global khususnya di bidang handphone dan internet. Pelaku bisnis beramai-ramai berusaha di sektor ini karena minat masyarakat pada handphone sangat tinggi. Ada yang menjadi operator seluler yaitu Telkomsel, Indosat, Bakrie telephone, dan lain-lain dan ada yang bisnis kecil-kecilan yaitu sebagai counter voucher pulsa HP.
Ada banyak jenis layanan yang dilakukan oleh vendor jasa telekomunikasi seperti tarif murah dan hal ini menambah prospek yang besar dari usaha di bidang telekomunikasi. Masyarakat dimanjakan dan bebas memilih berbagai fasilitas kemudahan dari operator HP. Belum lagi tipe-tipe HP yang selalu up-date sampai teknologi tercanggih yang menjadikan HP sekaligus GPS serta lain-lainnya membuat masyarakat tertarik untuk memilikinya.
Bidang internet juga menunjukkan grafik kemajuan pesat. Banyak orang kini dalam berbisnis tidak bisa terpisahkan dengan dunia internet bahkan bidang usahanya adalah di dalam dunia maya internet. Sekarang banyak orang yang berprofesi sebagai blogger, progarammer yang menjadikan internet adalah arena usahanya. Apalagi kini banyak transaksi bisnis yang harus dilakukan melalui perantara internet.
Belum lagi kecenderungan masyarakat yang menjadikan internet sebagai sumber informasi dalam berbagai hal. Hal ini otomatis memberikan peluang bisnis bagi pebisnis untuk berusaha diantaranya dalam jasa warnet. Semakin banyak masyarakat bahkan tiap lapisan kini bisa mengakses internet karena semakin merebaknya warnet di berbagai daerah dan tak jarang bermunculan juga tempat-tempat yang menyediakan hotspot
Sektor lain yang berkembang pesat adalah sektor bisnis waralaba. Dahulunya tentang sektor ini, masyarakat tahunya waralaba asing seperti McDonald, KFC, tetapi kini bermunculan waralaba seperti Indomaret, Es Teller 77. Maraknya bisnis seperti ini dikarenakan masyarakat yang mempunyai dana ingin berusaha tetapi tidak susah-susah memulai dari nol. Berbisnis dengan cara ini dianggap lebih mudah dan menguntungkan.
Bisnis lain yang berkembang pesat pada periode 1999-2008 adalah bisnis properti terutama di kota-kota besar. Sekarang di Jakarta telah banyak berdiri apartemen-apartemen mewah untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal masyarakat terutama kelas menengah ke atas. Hal lainnya di sebagian besar di kota-kota di Indonesia kini telah banyak didirikan trade center dan mal-mal dalam kapasitas besar.
Bisnis properti ini juga merambah kalangan menengah ke bawah yaitu bisnis perumahan.dan pendirian kios-kios murah. Masyarakat menengah ke bawah juga diberi kesempatan agar mampu mengembangkan usaha bisnisnya. Bisnis secara kecil-kecilan itu secara tidak langsung sangat berperan pada perekonomian Indonesia. Para pelaku bisnis properti melihat peluang itu sekaligus juga berperan pada kesejahteraan masyarakat.
Namun meliahat kenyataan yang ada di lapangan, bisnis-bisnis itu sebagian besar masih dikuasai pelaku lama. Pelaku baru memang ada, tetapi kuantitas bisnisnya cenderung stagnan. Hal ini bisa dicontohkan untuk kasus operator seluler. Telkomsel, Indosat dan XL yang sebagian besar sahamnya milik asing masih menjadi pelaku utama pada sektor ini. Bakrie telecom, Fren, Smart masih sebagai penggembira saja.
Untuk kasus tersebut ternyata sangat rawan terhadap monopoli yang dilakukan oleh pelaku usahanya. Contohnya kasus Temasek yang mempunyai kepemilikan silang di Telkomsel dan Indosat. Kepemilikan silang itu dapat merugikan konsumen karena Temasek memiliki kekuasaan dalam menentukan kebijakan kedua perusahaan. Akhirnya oleh KPPU, Tamasek diharuskan melepas saham kepemilikannya di salah satu perusahaan karena bertentangan dengan Pasal 27 UU No. 5/1999 mengenai cross-ownership.
Pelanggaran dalam berbisnis seperti itu sebenarnya sering terjadi di Indonesia daan masih banyak kasus lainnya yang masih diperiksa KPPU. Larangan monopoli seperti itu sebenarnya telah diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat. Namun, kadang-kadang pelaku usaha salah dalam menafsirkannya atau malah pemerintah yang kurang mengawasi para pelaku usaha.
Di dalam dunia usaha di Indonesia, jenis yang paling banyak digiatkan masyarakat adalah usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Hal ini terbukti dari seluruh unit usaha di Indonesia yang mencapai 45,7 juta unit usaha (2006), 98% masyarakat bergerak dalam sektor UMKM. Sektor yang paling banyak dilirik adalah jenis usaha berdagang di pasar, warung kaki lima, usaha kerajinan dan produksi barang dalam skala kecil s.d. menengah.
Karena sektor ini adalah sektor yang paling besar, pemerintah berusaha memberikan bantuan diantaranya bantuan kredit lunak. Oleh karena itu, sekarang banyak didirikan BPR-BPR yang digunakan pemerintah untuk menyalurkan kredit kepada sektor UMKM. Ditambah lagi, bank-bank nasional juga tertarik untuk mengucurkan kredit pada UMKM dengan program yang menarik diantarannya BRI melalui program BRI unit desa.
Pemberdayaan sektor UMKM ditujukan agar masyarakat Indonesia bisa meningkatkan kemampuan usahanya yang kemudian kesejahteraannya juga akan meningkat. Masyarakat didorong untuk bisa mengembangkan skala usahanya sehingga ekonomi nasional tidak lagi didominasi para pemodal besar saja. Pemerintah menargetkan program ini bisa melepasakan bangsa Indonesia dari krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Jika dunia usaha Indonesia ditilik dalam 2 tahun belakangan, terdapat sebuah kecenderungan di masyarakat bahwa masyarakat sepertinya mampu lepas dari krisis ekonomi. Padahal kenyataannya tidak, karena masih banyak masyarakat yang hidup dalam kemiskinan. Sektor usaha pertanian, perikanan dan atau yang sangat bergantung dengan alam menjadi sisi kemunduran dalam perkembangan usaha di Indonesia.
Memang jika kita lihat dari kemajuan teknologi, masyarakat kita semakin banyak yang melek teknologi. Tapi jika melihat sektor agraris, maka usaha di bidang ini sungguh ironis dibandingkan julukan negara Indonesia yang dulunya adalah negara agraris. Para petani, nelayan menjadi kaum yang paling menderita. Hal ini dikarenakan banyaknya bencana alam yang terus-terusan menerpa alam Indonesia.
Lahan pertanian banyak yang rusak tergenang banjir dan gelombang laut terus menerus pasang tidak berhenti. Akibatnya petani gagal panen dan nelayan tidak memperoleh tangkapan ikan yang mengakibatkan mereka terancam dalam kemelaratan. Ditambah lagi, kebijakan impor beras yang sangat menjatuhkan harga beras lokal sehingga harapan petani terhadap meningkatnya pendapatan menjadi kandas.
Ketimpangan bisnis di Indonesia juga sangat kentara terutama antara MNC dengan perusahaan lokal. Banyak perusahaan besar Indonesia kini berubah kepemilikannya menjadi asing. Akibatnya mereka semena-mena dalam menetapkan harga. Masyarakatlah yang menjadi pihak yang menanggungnya terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Pemerintah tak lantas berupaya menyelesaikan tapi cenderung membiarkannya.
Bisnis-bisnis asing terutama yang memanfaatkan SDA Indonesia haruslah dikurangi agar aset-aset alam kita tidak lari ke tangan asing. Bangsa Indonesia haruslah sebagai bangsa yang memiliki dan menikmati bukan hanya sebagai penonton saja. Pemerintah harus bisa menasionalisasi perusahaan itu agar Indonesia tetap terjaga kedaulatan negara secara utuh. Bisnis mereka harus dikembalikan kepada tangan rakyat Indonesia.
Tantangan globalisasi kedepannya semakin kuat. Hal ini tentu jika dibiarkan saja tanpa ada peran pemerintah untuk mengembangkan usaha lokal bisa mematikan usaha dalam negeri. Bisnis dalam negeri harus dibantu dengan cara pengucuran dana, proteksi, pelonggaran peraturan terhadap unit-unt usaha tertentu asalkan tidak bertentangan dengan masyarakat umum. Maka untuk itu diperlukan sinergi yang benar-benar nyata.
Kamis, 10 April 2008
Realita atau mimpikah
Keberadaan UKM di Indonesia tidak bisa lagi hanya dipandang sebelah mata. UKM tidak lagi hanya unit usaha yang didirikan seseorang secara kecil-kecilan untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya, tetapi berperan penting dalam pondasi perekonomian Indonesia karena mampu menciptakan lapangan kerja yang meningkatkan kesejahteraan rakyat. Hal ini yang membuat UKM terus eksis dan diminati tiap orang sebagai ladang berusaha.
Sebagai unit usaha, UKM pasti berkeinginan untuk berkembang. Agar terealisasi, maka dibutuhkan dana sebagai motor penggeraknya. Banyak UKM telah menggunakan jasa kredit bank sebagai sumber modalnya. Akan tetapi, muncul permasalahan pada UKM yaitu tidak semua syarat kredit dari bank dimiliki oleh UKM misalnya masalah jaminan. Kebutuhan akan kredit modal dari bank pun tidak bisa dijadikan sebagai senjata utama karena aksesnya yang terlampau ‘njelimet’.
Kemudian, lahir lah banyak gagasan agar UKM mencari sumber pendanaan usaha yang lain. Salah satunya dengan me-list-kan UKM di pasar modal. Cara melepas saham di bursa bisa jadi akan lebih murah dan menguntungkan bagi UKM daripada terikat aturan bank yang rumit dan berbunga tinggi yang memberatkan pelaku UKM. Penerbitan saham dapat memberikan modal cukup besar tanpa disertai adanya bunga.
Namun, jalan yang dihadapi pengusaha UKM untuk listing di bursa tidaklah semudah membalikkan tangan. Ada banyak peraturan di pasar modal yang tentunya adalah syarat yang harus dipenuhi pengusaha UKM. UU Pasar Modal No 8/1995, PP No 12/2004 dan peraturan internal BEI adalah regulasi yang mengikat pelaku pasar modal saat ini. UKM kebanyakan berbentuk perseorangan, firma, atau CV, padahal ketentuan BAPEPAM mengharuskan badan usaha yang terdaftar di pasar modal adalah berbentuk perseroan terbatas (PT). Selain itu, laporan keuangan yang dikeluarkan UKM adalah laporan keuangan in-house, bukan audited oleh auditor independen seperti yang diatur bursa.
Biaya dan waktu yang dikeluarkan UKM untuk memproses entry di bursa juga tidaklah sedikit. Berbagai jenis biaya seperti listing fee dan underwriting fee tidak bisa dianggap remeh dan jumlahnya tentu besar. Hal ini harus diperhitungkan matang karena akan memengaruhi kerja UKM ketika sedang dalam proses listing di bursa. Sejauh mana UKM mampu menunggu proses ini berjalan tanpa mengganggu kinerja usaha? Belum lagi, agar investor tertarik mengucurkan dana dan percaya, diperlukan waktu lama dan usaha keras. Investor pasti memerlukan reputasi dan track record UKM yang tidak sembarangan sebelum menginvestasikan uangnya agar memberikan profit baginya
Kendala itu jangan sampai menyurutkan niat pengusaha UKM untuk mengejar mimpinya. Kendala tersebut bisa diminimalkan bahkan dihilangkan jika pemerintah memang berniat memajukan UKM yang merupakan urat nadi ekonomi Indonesia. Misalnya, dengan membuat UU tersendiri tentang keberadaan UKM di pasar modal. Hal ini perlu karena UU pasar modal sekarang hanya terbatas pada perusahaan besar saja. Jika mampu diwujudkan maka mimpi pengusaha UKM berubah menjadi realita.
Selasa, 08 April 2008
Hakim, oh hakim Indonesia
Terhitung mulai bulan April ini, tunjangan para hakim di lingkungan Mahkamah Agung dan Pengadilan Tinggi naik secara ekstrim. Tak tanggung-tanggung kenaikannya mencapai angka 300% dari tunjangan semula. Kenaikan ini berdasarkan Perpres no 19 tahun 2008 tentang kinerja hakim dan pegawai negeri di lingkungan MA dan badan peradilan yang berada di bawahanya. Isinya meliputi tunjangan khusus untuk Ketua MA Rp 31,1 juta dan Wakil Ketua MA Rp 25,8 juta. Untuk Ketua Pengadilan Tinggi Rp 13 juta, hakim pengadilan tinggi Rp 10,2 juta dan terendah hakim pengadilan tinggi kelas II Rp 4,2 juta. Kenaikan tunjangan tersebut belum termasuk gaji pokok.
Menggelikan atau malah ironis, itulah kata yang cocok menggambarkan kenaikan tunjangan hakim-hakim tersebut. Mengapa kenaikannya sebegitu fantastisnya hingga mencapai 300%? Tunjangan profesor pun yang notabene adalah tingkatan tertinggi dalam civitas akademika tak sampai mencapai sebanyak itu. Di saat rakyat menjerit kenaikan harga pangan terus menerus, hakim-hakim kita yang terhormat malah mendapat durian runtuh dengan kenaikan itu. Lantas, di benak kita muncul pertanyaan “Apakah hakim-hakim itu ‘mata duitan’ ya?”
Memang, alasan kenaikan itu adalah untuk meningkatkan kinerja hakim MA dan Pengadilan Tinggi. Dengan memberikan gaji dan tunjangan yang tinggi, maka kasus suap dan korupsi di kalangan hakim dapat ditangkal. Namun, kebijakan seperti itu hanyalah akan menjadi bola salju saja yang efeknya tidak baik bagi lembaga peradilan. Efeknya akan menjadikan kalangan internal pejabat hukum berlomba-lomba naik pangkat agar mendapat fulus menggiurkan itu secara tidak sehat. Selain itu, akan timbul juga kecemburuan di kalangan departemen-departemen lain yang gaji pejabatnya lebih kecil.
Setali tiga uang. Kebijakan seperti ini sebenarnya juga hanya akan efektif untuk mencegah korupsi dan suap di level yang rendah yang tersangka koruptornya tegolong kelas teri. Kenaikan tunjangan tidak akan cukup untuk memberantas mafia peradilan yang sudah mengakar kuat di lembaga peradilan bahkan setingkat MA sendiri. Pasalnya, kasus korupsi yang ditangani MA atau Pengadilan Tinggi bernilai miliaran rupiah. Apa lantas gaji dan tunjangan hakim MA dinaikkan sampai miliaran rupiah? Jelas TIDAK. Berarti kebijakan menaikkan tunjangan bukanlah solusi nyata dalam reformasi birokrasi peradilan.
Walaupun seorang hakim bergaji tertinggi sekalipun, jika ada kasus bernilai miliaran rupiah tapi dia tidak memiliki kejujuran dan keadilan, maka bisa saja hakim tersebut disuap dan merekayasa kebenaran hukum dengan alibi yang dibuat-buat se-innocent nungkin. Akibatnya, koruptor yang merugikan negara ratusan miliar rupiah terbebas dari jeratan hukum bahkan bisa pelesir di luar negeri. Akhirnya kembali pada pribadi masing-masing hakim
Sabtu, 05 April 2008
Realita atau mimpikah?
Sebagai unit usaha, UKM pasti berkeinginan untuk berkembang. Agar terealisasi, maka dibutuhkan dana sebagai motor penggeraknya. Banyak UKM telah menggunakan jasa kredit bank sebagai sumber modalnya. Akan tetapi, muncul permasalahan pada UKM yaitu tidak semua syarat kredit dari bank dimiliki oleh UKM misalnya masalah jaminan. Kebutuhan akan kredit modal dari bank pun tidak bisa dijadikan sebagai senjata utama karena aksesnya yang terlampau ‘njelimet’.
Kemudian, lahir lah banyak gagasan agar UKM mencari sumber pendanaan usaha yang lain. Salah satunya dengan me-list-kan UKM di pasar modal. Cara melepas saham di bursa bisa jadi akan lebih murah dan menguntungkan bagi UKM daripada terikat aturan bank yang rumit dan berbunga tinggi yang memberatkan pelaku UKM. Penerbitan saham dapat memberikan modal cukup besar tanpa disertai adanya bunga.
Namun, jalan yang dihadapi pengusaha UKM untuk listing di bursa tidaklah semudah membalikkan tangan. Ada banyak peraturan di pasar modal yang tentunya adalah syarat yang harus dipenuhi pengusaha UKM. UU Pasar Modal No 8/1995, PP No 12/2004 dan peraturan internal BEI adalah regulasi yang mengikat pelaku pasar modal saat ini. UKM kebanyakan berbentuk perseorangan, firma, atau CV, padahal ketentuan BAPEPAM mengharuskan badan usaha yang terdaftar di pasar modal adalah berbentuk perseroan terbatas (PT). Selain itu, laporan keuangan yang dikeluarkan UKM adalah laporan keuangan in-house, bukan audited oleh auditor independen seperti yang diatur bursa.
Biaya dan waktu yang dikeluarkan UKM untuk memproses entry di bursa juga tidaklah sedikit. Berbagai jenis biaya seperti listing fee dan underwriting fee tidak bisa dianggap remeh dan jumlahnya tentu besar. Hal ini harus diperhitungkan matang karena akan memengaruhi kerja UKM ketika sedang dalam proses listing di bursa. Sejauh mana UKM mampu menunggu proses ini berjalan tanpa mengganggu kinerja usaha? Belum lagi, agar investor tertarik mengucurkan dana dan percaya, diperlukan waktu lama dan usaha keras. Investor pasti memerlukan reputasi dan track record UKM yang tidak sembarangan sebelum menginvestasikan uangnya agar memberikan profit baginya
Kendala itu jangan sampai menyurutkan niat pengusaha UKM untuk mengejar mimpinya. Kendala tersebut bisa diminimalkan bahkan dihilangkan jika pemerintah memang berniat memajukan UKM yang merupakan urat nadi ekonomi Indonesia. Misalnya, dengan membuat UU tersendiri tentang keberadaan UKM di pasar modal. Hal ini perlu karena UU pasar modal sekarang hanya terbatas pada perusahaan besar saja. Jika mampu diwujudkan maka mimpi pengusaha UKM berubah menjadi realita.