”Gerakan yang idealis memang tidak menjamin orang-orang d idalamnya akan tetap idealis setelah ia keluar. Ada banyak faktor, tetapi semoga hal tersebut tidak terjadi selama proses organisasi itu benar”
Reformasi 1998 yang dimotori mahasiswa rupanya masih menyisakan perjuangan panjang sampai saat ini. Euforia reformasi melanda bangsa ini dalam berbagai aspek. Namun, pada kenyataanya yang terjadi hanyalah kebebasan yang kebablasan atau panggung politik yang ramai dengan partai-partai baru tanpa ada perubahan riil. Sektor ekonomi belum bisa dipulihkan, pendidikan rakyat juga semakin termarjinalkan. Tidak ada perubahan berarti pasca reformasi ,yang ada hanya sekedar politik kosmetik yang dipoles, keadaan ekonomi dan kesejahteraan rakyat di negeri ini juga tidak lebih baik.
Angin perubahan juga diharapkan dan diperjuangkan oleh BEM sebagai salah satu gerakan mahasiswa. Mereka menjadikan satu abad kebangkitan nasional dan satu dekade reformasi bukan hanya sekedar jargon tetapi merupakan momentum untuk mendesak pemerintah agar lebih serius dalam menyelesaikan berbagai problem yang membelenggu bangsa ini.
Untuk mewujudkan hal tersebut tanggal 12 Mei kemarin dengan mengatasnamakan BEM Seluruh Indonesia, mereka dengan berkekuatan sekitar sepuluh ribu orang melakukan aksi di Jakarta dengan tuntutan TUGU RAKYAT (Tujuh Gugatan Rakyat)
Aksi serupa juga dilakukan di berbagai daerah, termasuk di UGM yang dipelopori oleh BEM-KM dengan partisipan lebih dari 500 orang. Aksi damai ini dilakukan dengan long march dari Bunderan UGM sampai Gedung DPRD D.I. Yogyakarta. ”Kami menuntut DPR secara institusi bukan perorangan atau fraksi, dan mendesak pemerintah untuk menyetujui poin-poin yang terdapat dalam tugu rakyat”, tutur Syarif selaku Koordinator Aksi Jogja kepada EQ.
Aksi turun ke jalan memang harus ditempuh aktivis mahasiswa karena kegiatan ini akan membuat masyarakat menjadi tahu dan akhirnya mendukung peran serta mahasiswa. “Aksi turun ke jalan merupakan salah satu cara untuk mengajak orang agar kita dapat mencapai perubahan sebenarnya. Agar perubahan sukses kan kita perlu banyak orang. Reformasi akan sukses jika orang yang berubah juga banyak. Kita sebagai mahasiswa yang peduli reformasi dapat mengajak rakyat untuk berubah dengan melalui aksi turun ke jalan” kata Hujjatullah, staf ahli pendidikan Kastrat BEM-KM UGM.
Selain dengan turun ke jalan, BEM sebagai inisiator pergerakan mahasiswa juga memberikan kontribusi kepada masyarakat dengan cara yang lebih moderat. “Sekarang BEM-KM tidak melulu hanya masalah demo dan turun ke jalan, tapi melalui program soskem, penelitian, advokasi dan edukasi melalui diskusi dan seminar. Cara ini dipandang akan lebih bermanfaat secara langsung kepada masyarakat”, lanjut Hujjatullah.
Pergerakan BEM sebagai garda terdepan perjuangan rakyat dalam reformasi tidak sepenuhnya mendapat dukungan dari mahasiswa itu sendiri, tidak seperti aksi reformasi 10 tahun lalu. “Mahasiswa sekarang dinilai apatis terhadap kondisi dan permasalahan bangsa, mereka cenderung sibuk dengan urusan masing-masing. Yang lebih dipentingkan mahasiswa umumnya adalah kuliahnya cepat, lancar dan ikut banyak organisasi, tapi mereka tidak belajar dengan tujuan mendedikasikan ilmunya kepada rakyat. Padahal rakyat butuh kita sebagai mahasiswa dalam melakukan perubahan”, tutur Hujjatullah
Sebetulnya kondisi ini juga dapat terjadi karena disebabkan kebijakan universitas sendiri yang cenderung semakin mempersempit gerakan mahasiswa. “Kebijakan yang berkaitan dengan syarat akademis seperti batas lulus tujuh tahun dan kehadiran 75% dinilai menekan gerakan mahasiswa dalam mengembangkan sikap aktifisnya.” tutur Roni, Menteri Advokasi BEM-KM UGM.
“Saat ini mahasiswa dijejali dengan banyaknya tugas-tugas, ini merupakan Normalisasi Kehidupan Kampus gaya baru,” kata Hujatullah. Normalisasi Kehidupan Kampus Badan Koordinasi Kampus (NKKBKK) diberlakukan pada saat rezim Soeharto dengan tujuan mengekang gerakan-gerakan mahasiswa.
Terkait dengan kenyataan bahwa beberapa mantan aktivis BEM angkatan 1966 yang terkooptasi oleh kekuasaan sehingga gerakannya melencaeng jauh dari apa yang dahulu ia perjuangkan tentu saja membuat bumerang bagi esensi gerakan ini. Rupanya hal ini bertentangan dengan apa yang dilakukan sewaktu mereka mengenakan jas almamater. Pada kenyatannya sebuah gerakan yang mengagungkan idealisme pun ternyata tidak mampu menjamin apakah seluruh anggota-anggotanya akan menjadi idealis pula. ”Gerakan yang idealis memang tidak menjamin orang-orang didalamnya akan tetap idealis setelah ia keluar. Ada banyak faktor, tetapi semoga hal tersebut tidak terjadi selama proses organisasi itu benar”, tutur Roni.
Namun yang menjadi pertanyaan, apakah tahun 2008 ini sengaja dijadikan momentum untuk “kebangkitan” bagi sebuah gerakan bernama BEM?. Pertanyaan ini muncul mengingat adanya sejarah historis tahun berakhiran delapan bagi republik ini yang bertepatan pada tahun ini. Selain itu melihat fenomena “mati suri” gerakan mahasiswa ini selama sepuluh tahun terakhir.
Sejumlah mahasiswa yang dapat diwawancarai EQ berkomentar secara variatif. Menurut Munadi (MNJ 07), “BEM itu sudah baik dalam menyuarakan aspirasi ketika ada hal yang buruk terjadi. BEM bagus karena mereka memperjuangkan perubahan ke arah yang lebih baik. Namun, jika telah ada fakta yang baik, BEM kurang turut mendukung pencapaian itu. Harusnya porsinya seimbang.”
Menurut mahasiswa yang tidak mau disebutkan namanya, “Momen 10 tahun reformasi adalah saat yang tepat untuk bangkit menuju reformasi sesungguhnya karena selama 10 tahun ini reformasi jalan di tempat. Gerakan mahasiswa harus semakin proaktif dalam memperjuangkan rakyat. Namun, momen ini tidak seharusnya menjadikan BEM ditunggangi sebagai kendaraan politik suatu parpol dalam persiapan Pemilu 2008.”
Terlepas dari pandangan diatas, seharusnya kita tidak hanya terus menuntut pemerintah dan mengkritik kebijakan pemerintah, apalagi jika dilakukan secara anarkis. Semoga ke depannya BEM dapat lebih mengefektifkan kinerjanya kepada rakyat miskin yang selama ini sering disebut-sebut dalam tuntutan mereka kepada pemerintah, kepada anak-anak jalanan putus sekolah yang mereka perjuangkan hak 20% dari anggaran APBN, kepada masyarakat kecil calon korban kenaikan BBM yang mereka perjuangkan meskipun berakhir dengan rusuh sesama saudara ”polisi vs mahasiswa” .Mari berjuang bersama!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar