Senin, 05 Mei 2008

Pilihan Sulit bagi Pemerintah

Masih jelas dalam ingatan ketika harga minyak dunia merangkak dari harga 60 dollar AS per barrel pada akhir tahun lalu menjadi 90 dollar AS per barrel pada awal tahun ini, pemerintah tetap bertahan pada asumsi harga minyak APBN 2008 sebesar 60 dollar AS. Pemerintah pun kelihatan percaya diri bahwa APBN 2008 akan mampu meng-cover dana subsidi BBM tahun ini, meskipun banyak desakan datang dari berbagai pihak agar menyesuaikan asumsi harga minyak dalam APBN dengan harga global.

Namun, sekitar dua bulan kemudian harga minyak dunia telah naik pada kisaran 90-100 dollar AS per barrel. Kondisi ini ternyata tetap bertengger pada kisaran tersebut selama periode Februari-Maret. Pemerintah pun menjadi kalang kabut dan mau tidak mau harus mengubah asumsi harga minyak menjadi 95 dollar AS per barrel. APBN-P 2008 akhirnya harus dikeluarkan pada bulan Maret lalu untuk menyesuaikan harga minyak dunia. Padahal, semestinya APBN-P dikeluarkan pada bulan Juli mendatang.

Sekarang, ternyata harga minyak dunia sudah pada level 115-120 dollar AS per barrel. Asumsi APBN-P 2008 pun harus disesuaikan. Namun, sekarang kondisinya berbeda dari sebelumnya. Andaikan asumsi harga minyak diubah menjadi 120 dollar AS per barrel, maka beban subsidi BBM dan listrik dalam APBN mencapai Rp 260 triliun Pemerintah jelas tidak mudah menaikkan asumsi harga minyak dalam APBN-P 2008 mengimbangi kenaikan harga minyak dunia. Keterbatasan anggaran APBN-P menjadi penyebab pemerintah tidak bisa menaikkan asumsi harga minyak..

Harga minyak dunia tiap hari terus menerus naik. Bahkan, harga minyak pada akhir tahun ini diperkirakan bisa mencapai rate di atas 200 dollar AS. Jika menjadi kenyataan, APBN-P pun jebol. Hal ini tentu sangat buruk bagi perekonomian bangsa Indonesia. Pembangunan ekonomi yang sustainable yang selama ini dijaga melalui instrumen APBN pun terancam gagal. Ketakutan akan kembali tercengkram krisis seperti 10 tahun lalu akan menjadi kenyataan pahit.

Pemerintah pun terpaksa harus mempertimbangkan opsi terakhir yaitu dengan menaikkan harga BBM. Rencananya pemerintah akan menaikkan BBM rata-rata 28,7 persen per Juni 2008. Memang hal ini belum tentu fix, tetapi sinyal ke arah itu kian mencuat apalagi telah mendapat persetujuan DPR.

Permasalahannya sekarang adalah dampak yang harus dirasakan rakyat terutama kalangan rakyat kecil. Kenaikan BBM Oktober 2005 lalu telah terbukti menambah angka kemiskinan. Kenaikan harga BBM sekarang pasti akan terasa lebih berat karena diikuti persoalan harga pangan yang sangat mahal. Bisa dibayangkan betapa menderitanya masyarakat harus menanggung derita ganda ini.

Namun, mempertahankan harga BBM seperti sekarang ini juga tetaplah tidak bisa menyelamatkan penderitaan rakyat. Rakyat tetap saja menderita. Harga BBM yang murah tidaklah sepenuhnya dirasakan manfaatnya oleh masyarakat kecil. Orang-orang kaya lah yang tetap mendapat manfaat terbesarnya karena konsumsi terbesar BBM ada pada orang kaya. Yang dibutuhkan rakyat sebenarnya adalah pangan yang murah.

Alangkah lebih baik jika subsidi BBM yang memakan porsi APBN dialihkan pada peningkatan kesejahteraan rakyat kecil. Bantuan harga pangan yang murah akan lebih dirasakan rakyat daripada BBM yang murah. Ditambah lagi jika kita ’hitung-hitung’, lebih baik menyelamatkan APBN daripada defisit APBN akibat membengkaknya subsidi BBM kian besar. Toh, jika defisit kian besar akhirnya utang lah yang akan jadi penambal ’kepantasan’ angka APBN. Akhirnya utang itu tetap saja kita yang harus menanggung dampaknya.

Tidak ada komentar: